Iklan

terkini

Tempat Ibadah Tanda Iman Ang Thian Kok (2-Habis)

Jejak Lombok
Tuesday, October 27, 2020, Tuesday, October 27, 2020 WIB Last Updated 2020-10-27T02:19:07Z

Hadiah Kambing Jika Menikah di Musalla H Maliki Pakuan

Musalla Ridwan di Desa Pakuan yang dibangun Ang Thian Kok (H. Maliki)

GERUNG
--Sebelum bermimpi dan masuk Islam, H Maliki sering mendengar ceramah dai berjuta umat, KH Zainuddin MZ (alm) di salah satu stasiun radio swasta. Itupun ia dengar lewat radio tetangganya yang Muslim.

“Dalam (salah satu) ceramahnya MZ bilang kalau orang sudah beriman itu bersaudara. Saya tertarik sama itu. Berarti kan seluruh dunia kita bersaudara. Kalau kita lain agama kan itu saja saudara kita. Ini seluruh dunia saudara kita, yang beriman,” ujar H Maliki kepada JEJAK LOMBOK, Senin (26/10).

Ceramah dai swjuta umat itu rupanya membuat pergolakan di dalam batin H Maliki. Karena tak ingin larut dalam gejolak keimanan itu, ia lalu terjadilah diskusi dengan sang istri tercinta.

“Ibu (Hj Siti Maryam) bilang kalau begini kita pilih Islam saja, Islam itu bagus,” kata H Maliki menceritakan kesepakatannya dengan istrinya untuk memeluk Islam.

Tak cukup dengan sang istri, H Maliki juga berdiskusi dengan seorang temannya bernama H Saleh di Bon Jeruk Lombok Tengah. Dari diskusi dua sahabat itu, kemudian ia disarankan segera masuk Islam setelah mimpinya itu. 

Awalnya H Maliki akan mengikrarkan dua kalimah syahadat di Kediri Lombok Barat. Tapi malam Jumat 18 Mei 1989, H Saleh mengundangnya ke Bon Jeruk.

Sesampai di sana sudah berkumpul banyak orang di masjid, ada roah (doa selamatan) juga dalam rangka pengislaman Ang Thian Kok dan istri. Pengislamannya dilakukan oleh TGH Hukum (alm).

“Untung saya sudah belajar dua kalimah syahadat (sebelumnya), hehehe,” kata H Maliki bersyukur.

Sebagai rasa syukur kepada Allah Swt, H Maliki dan keluarga pun mengadakan dua kali syukuran. Yaitu tanggal 20 Mei 1989 syukuran di Kediri oleh Raden TGH Muhammad Idris (alm), Pengajar di Ponpes Ishlahuddin dan 1 Juni 1989 di  Masjid At Taqwa Mataram disaksikan oleh H Ahmad Usman (dari Majelis Ulama Indonesia Provinsi NTB). H Maliki mengakui semenjak memeluk Islam perasaannya menjadi nyaman, tenang, serta ikhlas menerima apapun ketentuan Allah.

Selain mendirikan musalla, di rumahnya sendiri di Selagalas, H Maliki setiap malam Kamis mengadakan kegiatan rutin pengajian Majlis Ta`lim Athaillah. Kegiatan ini dilaksanakan di Musalla Athaillah miliknya. Banyak ustaz dan tuan guru yang mengisi pengajian ini.

“Ada yang 2 tahun baru kebagian, ada yang 10 tahun,” cerita H Maliki mengenai giliran ustaz atau tuan guru yang mengisi pengajian. Ditambahkannya, penceramah yang mengisi pengajian juga dari berbagai latar ilmu pengetahuan.

Kegiatan ini kata Haji Maliki telah dilaksanakan sejak 17 Agustus tahun 2000.

“Tidak ada kendala berarti tapi malah makin maju,” ceritanya. 

Kegiatan ini hanya libur pada saat Bulan Ramadhan karena ada Salat Tarawih. Beberapa nama penceramah yang pernah mengisi pengajian di antaranya TGH Muharrar, TGH Ahmad Mukhlis, TGH Ilham, Prof Dr Zainuri, Prof Dr Lukmanul Hakim, Prof Dr Fakhrurrozi, Dr Masruri, Ustaz Muammar, TGH Ulul Azmy, TGH Sahri Ramadhan, TGH Subki As-Sasaki dan lain-lain. Tidak kurang dari 150-an tuan guru, ustaz, kiai se-Lombok pernah mengisi pengajian.

Ingin Bermanfaat bagi Islam


Menurut H Sahrim, yang biasa bertugas menjemput ustaz atau tuan guru untuk mengisi pengajian, semenjak memeluk agama Islam, prinsip yang dipegang oleh H Maliki adalah berjuang dan bermanfaat sebaik-baiknya bagi Islam.

”Beliau ini sangat memegang prinsip, sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi orang lain,” kata H Sahrim.

Dikatakannya, segala usaha yang dilakukan oleh H Maliki tidak ada tujuannya selain untuk ibadah. Itu terbukti dengan musalla yang dibangunnya dan kegiatan pengajian di rumahnya.

“Bagaimana caranya supaya kita maju agama Islam agar terus diperjuangkan. Islam kan besar, masak kita mau kalah sama orang lain,” sambung H Maliki.

“Kalau untuk Islam saya gak hitung, Seneng saya supaya bagaimana bisa maju,” tambahnya.

H Maliki memiliki sebuah toko snack yang bernama Toko Sari di Bertais, Terminal Mandalika Mataram. Dari sanalah rezeki yang lebih banyak disedekahkannya itu ia dapatkan.

“Jual snack saya tidak begitu mahal, supaya orang dapat untung banyak, beli di saya Rp 75.000, dijual kotor Rp 150.000,” katanya.

Padahal, kalau mau dia bisa menaikkan harga semaunya karena dia satu-satunya agen di Lombok.

“Apalagi jajan (snack) ini sendiri saya yang jual jadi mau menaikkan atau menurunkan harga juga bisa. Bisa naik turunkan,” tutur pria bercucu 8 ini.

Pada saat diwawancara di Musalla Abu Bakar As-Shiddiq miliknya, selain ditemani oleh H Sahrim, ada juga HM Farhan yang menjadi informan dimana H Maliki bisa membeli tanah untuk musalla dan ada juga yang bertugas menjaga Musalla Abu Bakar As-Shiddiq Sangiang sebagaimana Pak Satral yang menjaga Musolla Ridwan Jurang Malang. 

Kedua musalla ini juga setiap sebulan sekali pada hari Jumat diisi dengan pengajian. Untuk lebih khusuk ibadah Jumat serta pengajian, Toko Sari milik H Maliki diliburkan pada hari Jumat.

“Hari Jumat libur biar bisa konsentrasi ibadah karena tidak perlu mikirin jualan,” cerita H Maliki.

Baik Musalla Ridwan, Musalla Abu Bakar As-Shiddiq dan Musholla Athaaillah bisa dimanfaatkan untuk segala jenis kegiatan agama Islam. Tidak hanya ibadah mahdah seperti salat, tapi juga yang lain seperti tempat belajar Alqur`an, rapat, bahkan akad nikah.

“Musalla untuk agama dipakai saja, nikah di sini (Musholla Athaaillah) dapat kambing,” kata H Maliki.

Keberhasilan H Maliki dalam bidang bisnis hingga memeluk agama Islam sebagaimana umumnya cerita orang sukses tidak diawali dengan manis-manis saja. Pria yang lahir di Mataram ini mengaku awalnya bekerja sebagai tukang las tralis selama 5 tahun di Sumbawa.

Kemudian kembali ke Lombok bekerja di bengkel. Namun setahun setelah menikah dia memutuskan untuk membuat mebel besi Tunas Mekar. Sementara istrinya membuka sebuah salon yang dinamai Salon Rika.

Pada perkembangan selanjutnya, Camat Cakranegara saat itu, Suardi memberikan satu toko gratis kepada H Maliki sebagai hadiah bagi kemuallafannya yang kemudian dipakainya untuk menjual kelontong. (and)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Tempat Ibadah Tanda Iman Ang Thian Kok (2-Habis)

Terkini

Iklan