Oleh Suaeb Qury |
Sebab kekuatan NU sebagai organisasi yang memegang janji para ulama, yakni kembali ke khittah, tentu pada prinsipnya adalah menjaga marwah organisasi dan tidak politik praktis. Apa yang menjadi peta jalan bagi generasi NU adalah membangun jami’yah dengan prinsip dan ciri, yaitu tetap melestarikan cara ibadah (amaliyah), penguatan gerakan kelembagaan (harokah), membangun cara berpikir (fiqroh) serta tetap dalam satu semangat dan nafas (ghiroh) menjaga tradisi kebesaran dan membesarkan NU. Panduan dasar bagi generasi NU sudah jelas untuk bergerak. Bukan lagi berbicara pada tataran, siapa yang memperalat NU dan menjadikan NU sebagai alat politik.
Sudah saatnya, qhiroh an-nahdiyah sejatinya dimanifestasikan pada spektrum yang lebih praktis. Dan inilah saatnya dan ruang itu dipraktikkan pada pesta demokrasi lokal (pilkada), yang dilaksanakan pada bulan 9 Desember 2020 di 7 kabupaten Kota di Nusa Tenggara Barat (NTB). Suatu kebanggan juga, kesemptan bisa tampil berkontestasi bagi kader-kader terbaik NU di 7 kabupaten dan kota di pilkada nanti.
Pilkada ini adalah cermin dari kemampuan dan kesiapan infrastruktur politik kader dan organisasi yang membesarkan mereka, sebut saja di Kabupaten Sumbawa Barat ada calon pertahanan H. Musyafiri, begitu juga di Kabupaten Sumbawa ada Wakil Bupati (H. Mahmud Abdullah), Kabupaten Dompu ada H. Syaifurahman, dan di Lombok Tengah ada Wakil Bupati Bajang Hul (H. L. Pathul Bahri-Nursiah) serta paket Masrun-Aksar yang semuanya ini adalah kader terbaik NU. Kita doakan yang terbaikan untuk kader-kader NU NTB, yang maju di kontestasi politik nanti.
Apa yang kita dilihat hari ini dengan munculnya para kader terbaik NU untuk ikut menjadi khodamnya rakyatnya di 7 kabupten dan kota di NTB. Bukan ujuk-ujuk atas keinginan pribadi atau keluarga. Melainkan dari kuatnya kapasitas personal tak kita ragukan lagi. Ia sudah teruji diberbagai medan dan diyakini bisa menjadi pilihan terbaik bagi rakyat serta lebih khusus lagi warga NU di NTB.
Dan inilah sesungguhnya, apa yang biasa disebut oleh para ulama yakni "Tasaruful al imam al raiyah manuntum bil maslah" adalah berpijak dari prilaku kepemimpinan apa yang sudah dan akan dilakukan semuanya bertujuan untuk kemaslahatan umat. Siapa diantara para kader NU itu?,Tentu yang sedang dan sudah berbuat yang terbaik untuk umat dan warga NU.
Disinilah para kader-kader NU berproses dan diuji kematangan bersikap dalam mengambil sebuah pilihan yang terbaik dari yang terbaik. Mengapa mesti memilih yang terbaik dari yang baik dan itulah yang biasanya diambil dari sebuah keputasan dalam berjamaah ala an -nahdiyah. Dan harus diakui dalam berjamaah tidak ada otoritas tunggal yang bisa memutuskan suatu sikap politik atau sikap ke-umatan.
Dan patut dijadikan referensi apa yang dilakukan oleh almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat beliau bersafari kepada kyai-kyai khos dan meminta restu kyai langitan terkait dengan penyelamatan bangsa dan siapa pemimpin negara ini. Disitulah makna dan hakikat sejati dari musyawarah. Para kiyai langitan yang memberikan isyarat bahwa Gus Dur bisa menjadi Presiden Republik Indonesia. Dan bukti sejarah itu, tertulis dalam riwat hidup para kyai dan juga tertulis dalam lembar sejarah ke-negaraan bahwa Gus Dur adalah Presiden RI keempat di negeri ini.
Dalam konteks pilkada hari ini, jamiyah Nadlatul Ulama harus ambil bagian itu dan memenangkan pilihan secara berjamaah. Ini merupakan bagian dari aktivitas politik berjamaah untuk kepentingan yang lebih besar. Dan belajar dari cara terbaik yang, apa yang dilakukan oleh mendiang Gus Dur adalah bagian dari pilihan politik ke-umatan yang berlandaskan pada kaidah dan norma dalam organisasi yang disebutkan dalam bahasa hokum, Lex specialis derogat legi generali. Artinya asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
Mungkin saja bisa, bila tarik diruang politik. Bahwa NU hadir sebagai jawaban atas kebiasaan yang tidak biasa mendukung secara organisasi, akan tetapi politik kehadiran yang disebut dengan berjamaah itulah menjadi khusus. Dan pemikiran ini, bisa saja salah dalam penempatannya. Sebagai sebuah solusi dengan harapan menyelamatkan keadaan dan kader NU dalam berkontestasi.
Tidak ada benda mati yang tidak bisa digerakkan oleh sebuah kekuatan yang teroganisasi dengan baik, begitu juga dengan suara dan pilihan yang terorganisir dengan baik akan menghasilkan pemimpin dan organisasi pemerintah yang baik pula. Semoga momentum pesta demokrasi yang dipahami oleh masyarakat umum sebagai pesta demokrasi lima tahun sekali ini sebagai uji kekuatan yang terorganisir dengan baik dan bersama untuk sebuah kemenangan jamiyah NU di 7 kabupaten Kota. Penulis mendoakan agar kader-kader terbaik NU NTB, yang nantinya maju dalam kontestasi politik pemilihan kepala daerah di awal Desember 2020 nanti diberikan keafiatan dan tentu juga kemenangan sebagai pemimpin (kepala daerah). Wassalam.
*Penulis adalah Ketua LTN-NU NTB.