Iklan

terkini

Jangan Andalkan TPA untuk Solusi Sampah

Jejak Lombok
Monday, February 22, 2021, Monday, February 22, 2021 WIB Last Updated 2021-02-22T10:15:05Z

DISKUSI: Wagub NTB, Hj Sitti Rohmi Djalillah bersama Walikota Mataram, H Mohan Roliskana saat berdiskusi tentang tatakelola persampahan.

MATARAM
--Masalah sampah selalu dimulai dari rumah tangga. Karena itu, penanganan sampah aka efektif jika dimulai dari rumah tangga juga.

Wagub NTB, Hj Sitti Rohmi Djalillah mengatakan, harus ada upaya memilah sampah dari rumah tangga. Cara ini efektif sekaligus menjadi bagian solusi masalah sampah selama ini.

"Jangan andalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) saja," ungkapnya saat berdiskusi dengan Pemkot Mataram di kediaman resminya, Senin (22/2).

Jika pola penanganan sampah melulu mengandalkan TPA, dipastikan pemerintah dituntut mencari lahan baru. Cara ini dinilai hanya memindahkan sampah tanpa berupaya mereduksinya.

Ia kemudian menyinggung soal banyaknya volume sampah yang menggunung di TPA dan TPS. Timbulan sampah ini tentu saja belum termasuk di TPS liar.

Menyadari itu, Hj Rohmi mengingatkan pentingnya mengubah paradigma masyarakat. Penanganan sampah dari hulu harus dimulai sejak dini.

Menurutnya, produksi sampah akan terus meningkat. Di lain sisi, masalah teknis seperti infrastruktur, anggaran dan sumber daya manusia tetap menjadi kendala karena akan selalu tak sebanding. 

Karena itu, pemprov mengajak Walikota Mataram, H Mohan Roliskana bersama sama mengkampanyekan pengurangan sampah dari rumah tangga. Keterlibatan lingkungan terkecil kelurahan sampai RT RW harus kian masif didorong oleh Pemkot Mataram yang notabene mengelola kota sebagai etalase dan wajah daerah.

Dari sisi penanganan, pemprov sejak 2019 telah mulai melakukan giat pengurangan sampah. Beberapa cara yang dilakukan yakni penanganan hilir di TPA mulai dari program BSF (Black Soldier Fly) untuk sampah organik di Lingsar.

Selain itu, ada juga RDF atau pelet dari sampah untuk energi di TPA Kebon Kongok. Begitu juga dengan pabrik bata plastik dan batako serta aspek aturan seperti Jakstrada dan Perda serta teknologi informasi penanganan sampah hingga kabupaten kota dengan aplikasi Lestari. 

Rohmi  juga menjelaskan jika pengelolaan di hulu berhasil maka dapat pula menekan anggaran pengangkutan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhitung nilai ekonomis sampah. 

"Itu sebabnya, revitalisasi peran lingkungan dalam pengelolaan hulu sampah sangat strategis," ujarnya.

Wagub juga mengapresiasi pengelolaan sampah Pemkot Mataram yang sudah mencapai 77 persen. Pengelolaan sampah di daerah ini  bagus seperti Lisan dan pengelolaan sampah berbasis komunitas.

Ia kemudian menunjuk contoh yang ada di Mataram Barat dan Sandubaya. Cara komunitas ini dapat direplika di lingkungan lain. Namun pengurangan sampah yang baru 3,32 persen harus disikapi dengan strategi baru. 

"Yang penting sepaham dulu dan menjembatani niatan ini ke lingkungan lingkungan di Kota Mataram agar sampah dikelola mulai dari hulu," sambungnya.

Secara rinci, potensi pengurangan sampah itu, dari RDF atau pelet sampah pengganti batu bara membutuhkan bahan baku sampah hingga 1.085 ton per hari. Jumlah kebutuhan ini untuk produksi 147 ton RDF per hari melalui industrialisasi sampah TPA Kebon Kongok.

Nantinya RDF ini dimanfaatkan PLTU Jeranjang sampai Taliwang dan bahan bakar smelter. 

Sementara BSF dengan potensi sampah organik 3 ton per hari juga dianggap mampu mereduksi sampah warga. Begitu juga pabrik bata plastik dan batako dengan potensi pasar yang besar hingga mancanegara. 

Walikota Mataram, Mohan Roliskana menyambut perhatian Pemprov soal tata kelola sampah. Tata kelola sampah ini menjadi prioritas dan isu utama pembangunan Pemkot Mataram yang segera akan dikerjakan secara masif. 

Sebagai langkah awal, Pemkot sudah menyiapkan skenario kebijakan fiskal untuk penanganan sampah. Salah satunya dengan memperbesar anggaran pengangkutan sebesar  Rp 37 juta per tahun.

Jumlah anggaran ini disebutnya hanya dapat membiayai satu kali angkutan sampah ke TPA. Semangat kolektif dalam penanganan sampah ini juga membutuhkan kontribusi anggota DPRD kota dalam distribusi anggaran Pokir. 

Begitu pula dengan dana kelurahan sebesar Rp 1,5 sampai 2 miliar per tahun didorong untuk alokasi pengurangan sampah. Hal lain adalah koordinasi TPA regional yang sekarang masih menggunakan sistem control landfill agar dapat meminimalkan gangguan yang menyebabkan terhambatnya pengangkutan sampah. 

Hal konkrit lainnya adalah memastikan replikasi program pengelolaan hulu dikerjakan pula ditempat lain di kota Mataram. 

"Sebagai wajah daerah sudah sepatutnya kota ini bersih dan nyaman bagi penghuninya maupun yang datang berkunjung," ujar Mohan. 

Mohan tak memungkiri, dengan luasan kota dan produksi sampah yang kian meningkat kendala teknis masih terjadi. Padahal jika menumpuk dan tak terangkut akan menambah biaya ekstra untuk pengangkutan dan retribusi di TPA yang dapat membiayai program pengurangan sampah di hulu. 

Mohan menyebut, excavator mini milik Pemkot harus melayani 21 TPS. Belum lagi truk angkutan dan anggaran yang tak dapat memenuhi kreativitas dan inovasi di luar kerja rutin penanganan sampah. 

Namun demikian, Pemkot berharap kolaborasi penanganan sampah ini bukan hanya terkait program. Namun benar-benar untuk penanganan dan pengurangan sampah berkelanjutan bagi lingkungan. (jl)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Jangan Andalkan TPA untuk Solusi Sampah

Terkini

Iklan