
LOMBOK TIMUR, jejaklombok.com--Kemiskinan Ekstrem masih menjadi trending topik persoalan hari ini mulai dari pemerintah pusat hingga Kabupaten Kota tak terkecuali Kabupaten Lombok Timur.
Menurut data BPS Juli 2024 angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Lombok Timur sebesar 58.262 rumah tangga, atau setara 3,2 persen dari total penduduk miskin.
Ketika kemiskinan ekstrem ini masih menghantui banyak Daerah hingga desa di Indonesia, kita sering lupa bahwa solusi tidak selalu harus datang dari atas. Di balik kesibukan pejabat menyusun program pengentasan, ada aktor-aktor lokal yang bekerja dalam diam: Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Desa.
UPZ Desa mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Namun di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Ciamis termasuk di Lombok Timur, mereka sudah mulai membuktikan bahwa pengelolaan zakat dari desa, oleh desa, dan untuk desa bukan sekadar wacana. Bahkan, jika dikelola serius, ia bisa menjadi game changer dalam pengentasan kemiskinan ekstrem.
Paradigma Baru Pengelolaan Zakat
Sayangnya, selama ini zakat seringkali berhenti pada bentuk charity sekadar memberikan sembako atau uang tunai saat Ramadan. Tentu itu baik. Tapi dalam konteks kemiskinan ekstrem yang struktural dan kompleks, bantuan sesaat bukan solusi jangka panjang.
Kini waktunya mengubah paradigma: zakat harus jadi kekuatan pemberdayaan. UPZ Desa bisa mulai dengan program zakat produktif:
Modal usaha kecil, pelatihan tukang, peralatan tani, penguatan ekonomi perempuan, hingga subsidi perbaikan rumah dhuafa.
Bayangkan jika setiap desa di Lombok Timur menyalurkan zakat tidak hanya untuk konsumsi, tapi juga untuk menciptakan pendapatan baru. Maka zakat tak lagi sekadar meringankan, tapi mampu mengubah nasib.
Potensi Besar yang Masih Tidur
Data dari Puskas BAZNAS Tahun 2022 menyebut potensi zakat nasional mencapai lebih dari Rp300 triliun per tahun.
Di Lombok Timur sendiri, potensi zakat dari ASN, pedagang pasar, petani, dan nelayan bisa mencapai 386 miliar setiap tahun. Sayangnya, yang tergali baru sebagian kecil saja.
Apa yang salah? Bisa jadi karena tata kelola Baznasnya yang kurang tepat, SDM Amil yg masih kurang Kompeten, Pendistribusian dan Pendayagunaan yg belum berkeadilan, literasi zakat masih rendah, atau karena belum semua UPZ Desa difungsikan secara optimal.
Tapi ini justru peluang: dengan memperkuat peran UPZ di desa-desa, potensi itu bisa bangkit. Dana lokal untuk solusi lokal.
Saat ini Pemerintah Daerah menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen tentu ini Target yang mulia, tapi berat. Jika ingin realistis, kita butuh pendekatan yang berbasis komunitas.
Disinilah peran UPZ Desa jadi sangat vital.
Dengan legalitas yang kuat, pendataan yang akurat, distribusi yang tepat sasaran, dan kolaborasi lintas sektor, UPZ Desa bisa menjadi garda terdepan penghapusan kemiskinan ekstrem dari desa—bukan sekadar slogan, tapi kenyataan.
Dan mungkin, di masa depan, sejarah akan mencatat: bahwa jalan panjang pengentasan kemiskinan di negeri ini, justru dimulai dari mushala kecil di ujung kampung.
Ketika seorang amil zakat mengetuk pintu rumah tetangganya, bukan untuk meminta, tapi untuk memberi.(*)
Oleh: Abdul Hayyi Zakaria, ME
(Sekjen Forum Fundraising Zakat NTB)